Saatnya Beraksi!!

Tidak ada kata terlambat untuk memulai,
begitu kata para pujangga,
lakukanlah sekarang juga, jangan tunggu nanti, esok atau entahlah,
begitu juga kata para pembijak,
terutama bagi mereka yang berkalang dengan misi mensejahterakan kehidupan bangsa,
menyongsong musim perhelatan 2014.

Memulai berbuat apa?
itu pertanyaan yang juga tidak bisa saya jawab,
karena setiap individu di atas muka bumi ini,
pasti tidak ada yang mau terdikte dengan apa yang akan dilakukannya,
entah itu hanya sekedar mandi dan tata cara mandi yang benar dan sehat.

Berbuat bukan berarti harus bekerja,
berbuat juga bukan berarti harus melakukan sesuatu yang tidak kita ketahui cara dan sistematikanya,
tetapi berbuat adalah melakukan apa yang bisa dilakukan oleh panca indera kita,
dan atau segenap jiwa raga dan kemampuan yang kita miliki.

Ada sebuah kata bijak yang sampai sekarang saya masih sangsi jika Presiden Kedua republik ini yang mencetuskannya,
"berbuat sesuatu itu adalah proses pembelajaran, dan belajar itu adalah apa yang bisa di lakukan oleh segenap jiwa raga dan panca indera kita" begitu katanya.

Tapi entah itu semua benar,
saya lebih tertarik berbicara apa dan kapan kita harus memulai.

Mengapa demikian pentingnya hal ini?
itu dikarenakan kehidupan kita yang terbilang cukup singkat,
bukan bermaksud untuk sok agamais berkhutbah,
tapi alangkah sayang dan ruginya kita semua,
ketika ajal datang menjemput,
sementara kita masih terlena dengan hiruk pikuk hura-hura,
masih terlena dengan chattingan facebook kita,
masih terlena dengan kongkow-kongkow bareng rekan-rekan kita,
dan masih terlena dengan kebahagiaan-kebahagiaan semu di sekitar kita.

Mungkin terlalu berat pembahasan ini jika kita mengaitkannya dengan faktor sufisme keagamaan,
tapi cobalah tengok sejenak behind the scene keseharian diri kita sendiri,
kita mungkin masih terlena dengan rutinitas di tempat kerja kita,
sementara orang-orang di sekitar kita masih banyak memerlukan uluran bantuan kita,
kita mungkin masih terlena dengan aktifitas kita berkomunikasi dan berkumpul dengan orang lain,
sementara kita masih harus dituntut untuk mensejahterakan diri kita,
mensejahterakan kedua orang tua kita,
mensejahterakan istri dan anak-anak kita,
dan bahkan ikut mensejahterakan orang-orang disekitar kita.

Ini bukan permasalahan sejahtera dan berbagi,
"tetapi bagaimana kita keluar dari titik aman kita",
begitu kata teman saya yang yang juga tidak menyangka dia dapat berkata demikian,
karena terkadang titik aman kita, memaksa kita untuk tetap berada di jalurnya,
sementara kita ketahui titik aman tersebut terkadang hanya sebuah pembenaran,
pembenaran akan eksistensi diri kita dimata orang lain,
aman dalam penilaian orang lain namun belum tentu aman menurut kita,
aman dalam pandangan orang lain namun kita masih harus tertegun dan berpikir keras akan tuntutan hidup kita.

Sebenarnya jauh sebelum kita berada di titik itu,
kita sudah sadar bahwa di titik itu yang ada hanya kejenuhan, sikap nerimo apa adanya bahkan cenderung apatis,
lebih kompleks lagidi titik itu yang ada hanya pengagungan semu dari orang lain,
yang mungkin saja mencari keuntungan di balik kesuksesan kita.

Keluar dari titik aman mu,
turun dari puncak kesuksesanmu saat ini,
karena di luar dan di bawah sana masih banyak kisi-kisi sempit yang bisa kita tempati,
dan bahkan lebih nyaman dari yang kita pikir dan bayangkan.

Jangan tunggu nanti, tapi berbuatlah sekarang juga,
Saatnya beraksi,,,,,
karena kita tidak akan pernah tau apa yang menanti kita didepan sana,
meskipun itu tempat kita berdiri adalah lorong yang gelap,
tapi percayalah diujung lorong gelap itu selalu ada cahaya terang penuh harapan.

saatnya beraksi